Oleh
: Bambang Hidayat
Sampai
saat ini para filsuf dan ahli matematika masih merumuskan apa sesungguhnya
matematika itu. Banyak definisi matematika yang telah dikemukakan, namun banyak
pula sanggahannya. Kata Cassius Keyser :
“The
science of mathematics- What shall it be said to be?A question much discussed
by philosophers and mathematicians in the course of more than 2000 years, and
especially with deepened interest and insight in our own times. Many have been
the answers, but none has approved itself as final”
Pada
dewasa ini sudah pasti matematika merupakan sebuah ilmu formal untuk dilawankan
dengan ilmu pengetahuan alam seperti fisika, kimia & biologi. Matematika
sebagi ilmu formal berkaitan dengan ide-ide sedangkan ilmu faktawi (IPA)
berkaitan dengan fakta-fakta yang diperkirakan terjadi di dalam dunia ini dan
harus dibuktikan dengan pengalaman.
Dengan
kenyataan tersebut ilmu formal (matematika) dapat dibuktikan semata-mata dengan
akal, sedangkan ilmu faktawi (IPA) tidak dapat hanya dibuktikan dengan akal
melainkan pengalaman. Menurut riwayat, matematika adalah suatu pengetahuan yang
dibangun oleh manusia melalui abstraksi terhadap alam raya. Hal ini dapat kita
lihat dari segi istilah bahwa matematika sendiri berasal dari kata latin
mathematica yang berarti (relating to learning = berhubungan dengan
pengetahuan).
Oleh
karena itu, matematika merupakan suatu pengetahuan. Namun, pengetahuan tentang
apa? Apa yang menjadi pokok persoalan yang dikaji dalam matematika? Dalam
kenyataannya matematika sangat erat kaitannya dengan konsep bilangan.
Sehubungan dengan itu dapat dibenarkan pendapat dari Charles Eckels :
“Matematika merupakan ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan-hubungannya.”
Persoalan
yang kini perlu dijelaskan adalah apa itu bilangan? Mengapa matematika disebut
ilmu bilangan? Sebagaimana kita ketahui matematika bermula dari penemuan yang
digunakan untuk menghitung. Pada zaman sebelum mengenal tulisan, manusia
mengalami keterbatasan dalam pemberian nama bilangan. Ketika gletser mulai
mencair kira-kira 10.000 tahun yang silam beberapa pemburu zaman batu
mengembangkan cara hidup baru di perbukitan timur tengah, yaitu bertani. Mereka
sudah mulai hidup menetap dan bercocok tanam. Dari sinilah kebutuhan akan
konsep bilangan muncul. Semua prasyarat peradaban ini menuntun agar bilangan
diberi nama. Jelas bahwa konsep bilangan ini muncul dari keinginan manusia
menghitung benda-benda yang mereka miliki. Mulai dari hasil panen, banyaknya
ternak dan mungkin banyaknya populasi dalam suatu perkampungan. Bilangan yang
pertama kali dikenal oleh manusia adalah bilangan asli (natural numbers) yang
biasanya disimbolkan dengan N = himpunan bilangan 1,2,3,... dan seterusnya.
Namun, pada tahap selanjutnya manusia menuai persoalan dengan himpunan yang
tidak memiliki anggota. Misalnya himpunan orang yang pernah mendarat di
matahari. Disepakatilah bilangan nol yang dilambangkan dengan “0”. Sehingga,
munculah konsep tentang bilangan cacah (whole numbers) yaitu himpunan bilagan 0,1,2,3,...
dan seterusnya. Pada tahun 825, ahli matematika Arab, Al-Khowarizmi cendekiawan
yang telah menyebar luaskan cara menulis bilangan dengan sistem posisional
(memiliki nilai tempat) basis sepuluh. Soal paling penting yang tidak
terpecahkan oleh Al-Khowarizmi adalah konsep bilangan negatif atau bilangan yang
kurang dari nol? Apakah arti bilangan negatif? Siapakah yang pernah menggenggam
sesuatu yang kurang dari ketiadaan?
Adalah
ahli matematika Leonardo da Pisa yang juga disebut Fibonacci, dialah orang yang
pertama kali membuka hati terhadap konsep bilangan negatif. Pada saat Fibonacci
sedang mengerjakan soal keuangan, dia melihat bahwa soal itu tidak mungkin
dipecahkan kecuali jika menggunakan bilangan negatif. Bilangan negatif dapat
ditafsirkan dengan cara lain. Misalnya bilangan negatif adalah bilangan yang
menunjukkan jarak pada pengelihatan kebelakang, suhu dibawah nol, menit sebelum
jam tertentu dan tinggi suatu tempat yang berada 2 meter dibawah permukaan air
laut.
Hal
seperti yang dikemukakan di atas, mendorong lahirnya konsep bilangan bulat,yaitu
...,-2,-1,0,1,2,... dan seterusnya. Jika diperhatikan secara seksama ternyata
konsep bilangan bulat ini merupakan perpaduan antara bilangan bulat negatif
dengan bilangan cacah. Bilangan bulat biasanya disimbolkan dengan huruf Z.
Manusia
selalu mengalami perkembangan dalam kehidupannya sehingga dengan bilangan bulat
saja, nampaknya tidak cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Semisal
bagaimana menyatakan sesuatu yang tidak bulat (utuh) : berapa bulankah 15 hari
itu? Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan bilangan pecahan. Suatu
bilangan yang dapat ditulis dalam bentuk p/q ; p,q anggota bilangan bulat (Z)
dimana q tidak boleh sama dengan nol disebut bilangan rasional (Q).
Dengan
munculnya bilangan rasional pun belum cukup untuk menjawab kebutuhan manusia
pada saat itu. Hal ini dapat dibuktikan dengan “berapa panjang sisi miring
suatu segitiga siku-siku yang panjang sisi siku-sikunya 2 cm dan 1 cm?”. Untuk
menjawab pertanyaan ini dibutuhkan bilngan irrasional. Berapakah nilai a jika a
kuadrat sama dengan -100? Solusi yang tepat untuk pertanyaan tsb. Adalah
bilangan imajiner (khayal).
Himpunan
bilangan riil (real numbers) yaitu gabungan semua bilangan rasional (Q) dan
bilangan irrasional. Biasanya bilangan riil dilambangkan dengan R. Dan bilangan
kompleks adalah gabungan bilangan riil dan bilangan imajiner : a + bi, a dan b
anggota bilangan riil. Saat sekarang ini, matematikawan sedang berusaha
mengembangkan bilangan hiperkompleks, walaupun belum dipubliksikan.
Sebagai
sebuah kesimpulan bahwa bilangan merupakan konsep yang hanya ada dalam pikiran
manusia yang timbul dari keinginan menghitung suatu kumpulan benda-benda yang
ada disekitarnya. Bilangan itu tidak dapat ditangkap oleh panca indra kita
karena merupakan hasil abstraksi yang hanya dapat dimengerti oleh pikiran.
Kalau kemudian abstraksi tsb dapat dilihat oleh mata, maka yang terlihat
sesungguhnya hanyalah lambang atau simbol yang kemudian disebut dengan angka
misalnya 3.
Sumber Pustaka:
FILSAFAT
MATEMATIKA karangan The Liang Gie, Yogyakarta :
Pusat Belajar Ilmu Berguna. PENGENALAN
TEORI BILANGAN karangan Muhammad Arif Tiro, dkk, Makassar: Andira Publisher.
0 comments:
Post a Comment