Home » » MATEMATIKA SEBAGAI ILMU TENTANG BILANGAN

MATEMATIKA SEBAGAI ILMU TENTANG BILANGAN

Written By Gema Private Solution on Saturday, August 16, 2014 | 5:22 AM



Oleh : Bambang Hidayat

Sampai saat ini para filsuf dan ahli matematika masih merumuskan apa sesungguhnya matematika itu. Banyak definisi matematika yang telah dikemukakan, namun banyak pula sanggahannya. Kata Cassius Keyser :
“The science of mathematics- What shall it be said to be?A question much discussed by philosophers and mathematicians in the course of more than 2000 years, and especially with deepened interest and insight in our own times. Many have been the answers, but none has approved itself as final”
Pada dewasa ini sudah pasti matematika merupakan sebuah ilmu formal untuk dilawankan dengan ilmu pengetahuan alam seperti fisika, kimia & biologi. Matematika sebagi ilmu formal berkaitan dengan ide-ide sedangkan ilmu faktawi (IPA) berkaitan dengan fakta-fakta yang diperkirakan terjadi di dalam dunia ini dan harus dibuktikan dengan pengalaman.
Dengan kenyataan tersebut ilmu formal (matematika) dapat dibuktikan semata-mata dengan akal, sedangkan ilmu faktawi (IPA) tidak dapat hanya dibuktikan dengan akal melainkan pengalaman. Menurut riwayat, matematika adalah suatu pengetahuan yang dibangun oleh manusia melalui abstraksi terhadap alam raya. Hal ini dapat kita lihat dari segi istilah bahwa matematika sendiri berasal dari kata latin mathematica yang berarti (relating to learning = berhubungan dengan pengetahuan).
Oleh karena itu, matematika merupakan suatu pengetahuan. Namun, pengetahuan tentang apa? Apa yang menjadi pokok persoalan yang dikaji dalam matematika? Dalam kenyataannya matematika sangat erat kaitannya dengan konsep bilangan. Sehubungan dengan itu dapat dibenarkan pendapat dari Charles Eckels : “Matematika merupakan ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan-hubungannya.”
Persoalan yang kini perlu dijelaskan adalah apa itu bilangan? Mengapa matematika disebut ilmu bilangan? Sebagaimana kita ketahui matematika bermula dari penemuan yang digunakan untuk menghitung. Pada zaman sebelum mengenal tulisan, manusia mengalami keterbatasan dalam pemberian nama bilangan. Ketika gletser mulai mencair kira-kira 10.000 tahun yang silam beberapa pemburu zaman batu mengembangkan cara hidup baru di perbukitan timur tengah, yaitu bertani. Mereka sudah mulai hidup menetap dan bercocok tanam. Dari sinilah kebutuhan akan konsep bilangan muncul. Semua prasyarat peradaban ini menuntun agar bilangan diberi nama. Jelas bahwa konsep bilangan ini muncul dari keinginan manusia menghitung benda-benda yang mereka miliki. Mulai dari hasil panen, banyaknya ternak dan mungkin banyaknya populasi dalam suatu perkampungan. Bilangan yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah bilangan asli (natural numbers) yang biasanya disimbolkan dengan N = himpunan bilangan 1,2,3,... dan seterusnya. Namun, pada tahap selanjutnya manusia menuai persoalan dengan himpunan yang tidak memiliki anggota. Misalnya himpunan orang yang pernah mendarat di matahari. Disepakatilah bilangan nol yang dilambangkan dengan “0”. Sehingga, munculah konsep tentang bilangan cacah (whole numbers) yaitu himpunan bilagan 0,1,2,3,... dan seterusnya. Pada tahun 825, ahli matematika Arab, Al-Khowarizmi cendekiawan yang telah menyebar luaskan cara menulis bilangan dengan sistem posisional (memiliki nilai tempat) basis sepuluh. Soal paling penting yang tidak terpecahkan oleh Al-Khowarizmi adalah konsep bilangan negatif atau bilangan yang kurang dari nol? Apakah arti bilangan negatif? Siapakah yang pernah menggenggam sesuatu yang kurang dari ketiadaan?
Adalah ahli matematika Leonardo da Pisa yang juga disebut Fibonacci, dialah orang yang pertama kali membuka hati terhadap konsep bilangan negatif. Pada saat Fibonacci sedang mengerjakan soal keuangan, dia melihat bahwa soal itu tidak mungkin dipecahkan kecuali jika menggunakan bilangan negatif. Bilangan negatif dapat ditafsirkan dengan cara lain. Misalnya bilangan negatif adalah bilangan yang menunjukkan jarak pada pengelihatan kebelakang, suhu dibawah nol, menit sebelum jam tertentu dan tinggi suatu tempat yang berada 2 meter dibawah permukaan air laut.
Hal seperti yang dikemukakan di atas, mendorong lahirnya konsep bilangan bulat,yaitu ...,-2,-1,0,1,2,... dan seterusnya. Jika diperhatikan secara seksama ternyata konsep bilangan bulat ini merupakan perpaduan antara bilangan bulat negatif dengan bilangan cacah. Bilangan bulat biasanya disimbolkan dengan huruf Z.
Manusia selalu mengalami perkembangan dalam kehidupannya sehingga dengan bilangan bulat saja, nampaknya tidak cukup untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Semisal bagaimana menyatakan sesuatu yang tidak bulat (utuh) : berapa bulankah 15 hari itu? Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan bilangan pecahan. Suatu bilangan yang dapat ditulis dalam bentuk p/q ; p,q anggota bilangan bulat (Z) dimana q tidak boleh sama dengan nol disebut bilangan rasional (Q).
Dengan munculnya bilangan rasional pun belum cukup untuk menjawab kebutuhan manusia pada saat itu. Hal ini dapat dibuktikan dengan “berapa panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku yang panjang sisi siku-sikunya 2 cm dan 1 cm?”. Untuk menjawab pertanyaan ini dibutuhkan bilngan irrasional. Berapakah nilai a jika a kuadrat sama dengan -100? Solusi yang tepat untuk pertanyaan tsb. Adalah bilangan imajiner (khayal).
Himpunan bilangan riil (real numbers) yaitu gabungan semua bilangan rasional (Q) dan bilangan irrasional. Biasanya bilangan riil dilambangkan dengan R. Dan bilangan kompleks adalah gabungan bilangan riil dan bilangan imajiner : a + bi, a dan b anggota bilangan riil. Saat sekarang ini, matematikawan sedang berusaha mengembangkan bilangan hiperkompleks, walaupun belum dipubliksikan. 
Sebagai sebuah kesimpulan bahwa bilangan merupakan konsep yang hanya ada dalam pikiran manusia yang timbul dari keinginan menghitung suatu kumpulan benda-benda yang ada disekitarnya. Bilangan itu tidak dapat ditangkap oleh panca indra kita karena merupakan hasil abstraksi yang hanya dapat dimengerti oleh pikiran. Kalau kemudian abstraksi tsb dapat dilihat oleh mata, maka yang terlihat sesungguhnya hanyalah lambang atau simbol yang kemudian disebut dengan angka misalnya 3.
      Sumber Pustaka: 
           FILSAFAT MATEMATIKA karangan The Liang Gie, Yogyakarta :  Pusat Belajar Ilmu Berguna.   PENGENALAN TEORI BILANGAN karangan Muhammad Arif Tiro, dkk, Makassar: Andira Publisher.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Postingan Terpopuler

×

Powered By Facebook and Get This Widget

Bagaimana pendapat mu tentang blog ini ?

Powered by Blogger.
 
Support : Aritmatika '10 | Len Phi | Indonesia Belajar
Copyright © 2013. Gema Private Solution - All Rights Reserved
Published by Dayat Super