twitter.com |
Assalamulaikum kawan, Salam super dari saya ...
Tuhan memberikan kita begitu banyak anugrah yang mesti disyukuri. Semua anugrah yang Tuhan berikan kepada kita tak kan bernilai apa-apa
tanpa mengembangkannya, dan memberikan manfaat bagi sesama. Anugrah terbesar yang Tuhan berikan adalah akal. Dengan akal kita diminta untuk berpikir dan
merenungi segala kejadian atau peristiwa yang sudah dan sedang terjadi. Hasil perenungan itu merupakan senjata yang ampuh dalam mengarungi hidup dan kehidupan kita
di massa mendatang. Berpikir berarti meramu segala bentuk fakta, ide, konsep ataupun pengertian untuk menelurkan fakta, ide, konsep, ataupun pengertian yang baru secara universal.
Termasuk berpikir bagaimana kita dapat berbicara dan mengembangkannya menjadi sebuah seni yang bernilai indah (estetika), kesopanan, jelas, dan bermakna.Itu yang kemudian,
kita sebut dengan ilmu bicara atau lebih kerennya disebut "RETORIKA".
Perlu disadari bahwa dari semua jenis makhluk yang telah Tuhan ciptakan hanya manusialah yang memiliki kemampuan mengolah kata yang bermakna (bicara). Manusia merangkai kata
untuk mengungkapkan isi hatinya, isi otaknya. Bahwa kenyataan manusia dapat berbicara ternyata lebih dulu daripada manusia mengenal tulisan. kelebihan bicara dari tulisan adalah bicara itu lebih manusiawi. Setiap dari kita menghabiskan banyak kata dalam sehari. Setiap harinya kita hampir tidak lepas dari yang namanya berbicara. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Itulah fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa kita adalah manusia.
Sebagian orang mengatakan bahwa kemampuan berbicara adalah bakat, namun kepandaian berbicara merupakan sebuah misteri yang harus ditelusuri dan dipelajari.
Untuk mengasah kemampuan berbicara diperlukan pengetahuan dan latihan secara sungguh-sungguh. Tentu anda tak mau disamakan dengan keledai, bukan?
Singkatnya, berbicara haruslah bermakna bukan asal bunyi (asbun). Agar kita tidak termasuk pada golongan asal bunyi maka perlu belajar ilmu bicara atau retorika.
Kepandaian berbicara atau retorika setua kehidupan manusia. Retorika kemungkinan pertama kali dipertunjukkan dalam bentuk pidato perkawinan, kelahiran, lamaran, dan kematian.
Sejak Yunani dan Romawi sampai zaman sekarang, seorang pemimpin dan kepandaian pidato senantiasa berkaitan. Untuk pertama kalinya, uraian sistematis retorika disusun oleh
orang Syracuse, Yunani. Rakyat meluncurkan revolusi di negeri itu disebabkan kediktatoran para pemimpinnya. Dikenal pula sosok ahli pidato bernama Corax yang menyusun makalah retorika dengan judul Techne Logon (Seni Kata-Kata). Corax juga dipercaya telah meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Corax membagi pidato menjadi lima bagian : pembukaan,
uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan.
Masih di Yunani, namun tepatnya di Agrigentum hidup seorang orator (sebutan bagi ahli retorika), filosof, politisi, dan mistiskus bernama Empedocles (490-430) SM. Menurut Aristoteles sebagai orator, Empedocles menyumbangkan : "pengajaran prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual oleh Gorgias kepada penduduk Athena". Tahun 427 SM, Gorgias dikirim ke Athena sebagai duta orator. Lalu, dia mendirikan sekolah retorika yang menekankan dimensi bahasan yang puitis dan teknik bicara impromtu. Lain yang dilakukan Gorgias, Demosthenes mengembangkan gaya berbicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan keras. Dia menggabungkan narasi dan argumentasi. Demosthenes pernah diusulkan untuk diberikan mahkota atas jasa-jasanya. Namun, hal itu ditentang oleh Aeschines (orator) karena dipandang tidak konstitusional. Hingga akhirnya diadakan pertarungan untuk memperebutkan mahkota, antara Demosthenes dan Aeschines. Sayangnya, kekalahan harus berpihak pada Aeschines. Tokoh lain yang juga menyumbangkan pemikiran pada retorika adalah Isocrates. Pada tahun 391 SM, ia mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil. Tak kalah pula, Aristoteles murid Plato tercerdas melanjutkan kajian tentang retorika yang ia tuangkan kedalam tiga jilid buku dengan judul De Arte Rhetorica. Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh 5 tahapan penyusunan pidato, antara lain :
1. Inventio (penemuan)
2. Dispositio (penyusunan)
3. Elocutio (gaya)
4. Memoria (memori)
5. Pronuntiatio (penyampaian)
Demikianlah sejarah retorika massa Klasik dan Yunani Kuno. Mudah-mudahan ada manfaatnya, dan jangan lupa sering-sering berkunjung ya ... salam super!!!
Sumber : Rakhmat, Jalaluddin. 2014. Retorika Modern : Pendekatan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Tuhan memberikan kita begitu banyak anugrah yang mesti disyukuri. Semua anugrah yang Tuhan berikan kepada kita tak kan bernilai apa-apa
tanpa mengembangkannya, dan memberikan manfaat bagi sesama. Anugrah terbesar yang Tuhan berikan adalah akal. Dengan akal kita diminta untuk berpikir dan
merenungi segala kejadian atau peristiwa yang sudah dan sedang terjadi. Hasil perenungan itu merupakan senjata yang ampuh dalam mengarungi hidup dan kehidupan kita
di massa mendatang. Berpikir berarti meramu segala bentuk fakta, ide, konsep ataupun pengertian untuk menelurkan fakta, ide, konsep, ataupun pengertian yang baru secara universal.
Termasuk berpikir bagaimana kita dapat berbicara dan mengembangkannya menjadi sebuah seni yang bernilai indah (estetika), kesopanan, jelas, dan bermakna.Itu yang kemudian,
kita sebut dengan ilmu bicara atau lebih kerennya disebut "RETORIKA".
Perlu disadari bahwa dari semua jenis makhluk yang telah Tuhan ciptakan hanya manusialah yang memiliki kemampuan mengolah kata yang bermakna (bicara). Manusia merangkai kata
untuk mengungkapkan isi hatinya, isi otaknya. Bahwa kenyataan manusia dapat berbicara ternyata lebih dulu daripada manusia mengenal tulisan. kelebihan bicara dari tulisan adalah bicara itu lebih manusiawi. Setiap dari kita menghabiskan banyak kata dalam sehari. Setiap harinya kita hampir tidak lepas dari yang namanya berbicara. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Itulah fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa kita adalah manusia.
Sebagian orang mengatakan bahwa kemampuan berbicara adalah bakat, namun kepandaian berbicara merupakan sebuah misteri yang harus ditelusuri dan dipelajari.
Untuk mengasah kemampuan berbicara diperlukan pengetahuan dan latihan secara sungguh-sungguh. Tentu anda tak mau disamakan dengan keledai, bukan?
Singkatnya, berbicara haruslah bermakna bukan asal bunyi (asbun). Agar kita tidak termasuk pada golongan asal bunyi maka perlu belajar ilmu bicara atau retorika.
Kepandaian berbicara atau retorika setua kehidupan manusia. Retorika kemungkinan pertama kali dipertunjukkan dalam bentuk pidato perkawinan, kelahiran, lamaran, dan kematian.
Sejak Yunani dan Romawi sampai zaman sekarang, seorang pemimpin dan kepandaian pidato senantiasa berkaitan. Untuk pertama kalinya, uraian sistematis retorika disusun oleh
orang Syracuse, Yunani. Rakyat meluncurkan revolusi di negeri itu disebabkan kediktatoran para pemimpinnya. Dikenal pula sosok ahli pidato bernama Corax yang menyusun makalah retorika dengan judul Techne Logon (Seni Kata-Kata). Corax juga dipercaya telah meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Corax membagi pidato menjadi lima bagian : pembukaan,
uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan.
Masih di Yunani, namun tepatnya di Agrigentum hidup seorang orator (sebutan bagi ahli retorika), filosof, politisi, dan mistiskus bernama Empedocles (490-430) SM. Menurut Aristoteles sebagai orator, Empedocles menyumbangkan : "pengajaran prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual oleh Gorgias kepada penduduk Athena". Tahun 427 SM, Gorgias dikirim ke Athena sebagai duta orator. Lalu, dia mendirikan sekolah retorika yang menekankan dimensi bahasan yang puitis dan teknik bicara impromtu. Lain yang dilakukan Gorgias, Demosthenes mengembangkan gaya berbicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan keras. Dia menggabungkan narasi dan argumentasi. Demosthenes pernah diusulkan untuk diberikan mahkota atas jasa-jasanya. Namun, hal itu ditentang oleh Aeschines (orator) karena dipandang tidak konstitusional. Hingga akhirnya diadakan pertarungan untuk memperebutkan mahkota, antara Demosthenes dan Aeschines. Sayangnya, kekalahan harus berpihak pada Aeschines. Tokoh lain yang juga menyumbangkan pemikiran pada retorika adalah Isocrates. Pada tahun 391 SM, ia mendirikan sekolah retorika yang paling berhasil. Tak kalah pula, Aristoteles murid Plato tercerdas melanjutkan kajian tentang retorika yang ia tuangkan kedalam tiga jilid buku dengan judul De Arte Rhetorica. Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh 5 tahapan penyusunan pidato, antara lain :
1. Inventio (penemuan)
2. Dispositio (penyusunan)
3. Elocutio (gaya)
4. Memoria (memori)
5. Pronuntiatio (penyampaian)
Demikianlah sejarah retorika massa Klasik dan Yunani Kuno. Mudah-mudahan ada manfaatnya, dan jangan lupa sering-sering berkunjung ya ... salam super!!!
Sumber : Rakhmat, Jalaluddin. 2014. Retorika Modern : Pendekatan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
0 comments:
Post a Comment